Dalam sebuah kesempatan, ada seorang teman yang bertanya demikian: “Ada seorang anak kecil yang mengikuti orang tuanya ke Gereja, namun sepanjang misa dia bermain-main di luar gereja bersama teman-temannya, kemudian saat komuni, anak ini tiba-tiba masuk dan ikut dalam antrian penerima komuni dan menerima komuni. Atau di lain kesempatan, ada pula orang tua yang secara ‘sengaja’ memberi cuilan hosti kepada anaknya, karena anaknya sangat ingin menerima komuni walaupun belum menerima komuni pertama. Lalu bagaimana sikap kita?”
Dasar pertama yang digunakan adalah bahwa anak kecil ini, belum atau tidak tahu tentang hakekat hosti yang telah dikonsakrir dan berubah menjadi Tubuh Kristus. Maka, kalau anak kecil ini diberi hosti, ia bukan menyambut Komuni atau Tubuh Kristus, tapi sekedar hosti saja. Ada bahaya bahwa hal seperti ini merupakan bentuk pelecehan yang tidak hormat karena merendahkan nilai Komuni Kudus ini sebagai hanya sekedar seperti biskuit atau roti yang bisa dimakan. Itulah mengapa Gereja juga memberi batas usia seseorang boleh menerima Komuni. Dalam sejerah Gereja, pemberian Komuni kepada anak dimulai dari keputusan Paus Pius X, dengan dasar yang jelas dari Kitab Suci: “Biarlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu, sebab orang-orang itu yang akan memiliki Kerajaan Surga (Mat. 19:14).”
Dalam kasus anak yang merengek minta hosti dari orangtua, dan orang tua juga memberikan cuilan hostinya, di sini letak peran orang tua untuk senantiasa memberi pengertian yang sebaik-baiknya kepada anak. Karena, kalau sampai ada orang tua atau siapapun memberikan Komuni-nya kepada anak-anak yang belum menerima Komuni Pertama, maka itu sama saja dengan anak-anak itu sendiri karena memperlakukan Tubuh Kristus sebagai sesuatu yang bisa dimakan.
Ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik dan Katekismus Gereja Katolik bahwa syarat-syarat untuk menerima Komuni Kudus adalah sebagai berikut:
1. Dalam keadaan berahmat. Itulah kenapa pentingnya setiap umat untuk mempersiapkan diri, termasuk untuk mengakukan dan menyesali dosa-dosa yang dilakukan.
2. Bebas dari sanksi Kanonik. Tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam Kitab Hukum Kanonik, yang membuat orang tersebut tidak sah menerima Komuni Kudus, misalnya ekskomunikasi dan hal lain sesuai yang diatur dalam KHK.
3. Memenuhi kewajiban puasa 1 (satu) jam sebelum menerima Komuni Kudus, kecuali air putih dan obat-obatan.
4. Sudah menerima komuni pertama, sesuai yang diatur dalam Kitab Hukum Kanonik, tentang batas usia seseorang boleh menerima Komuni Kudus.
Oleh karena itu, semoga melalui pengetahuan kecil ini, kita juga semakin menghayati dan menaruh rasa hormt yang dalam pada kehadiran Tuhan lewat Sakramen Ekaristi, sehingga siapapun yang menerimanya, dapat merasakan kesatuan dengan Kristus sendiri.
Sumber: Youcat Indonesia, Katekismus Gereja Katolik, Kitab Hukum Kanonik