Gereja Katolik Roma menetapkan dimulainya masa Prapaskah pada Hari Rabu Abu 1 Maret dengan tanda pemberian abu di dahi sebagai tanda pertobatan misalnya pada pertobatan Niniwe (lih. Yun 3:6), dan mengacu pada kisah penciptaan yaitu dari debu tanah (Lih. Kej 2:7). dan. Hari pantang akan dilakukan pada Rabu Abu dan tujuh Jumat selama masa Prapaskah dan berakhir pada Jumat Agung tanggal 14 April.
Gereja Katolik Ritus Roma menerapkan puasa selama 6 hari dalam seminggu karena hari Minggu tidak dihitung (Minggu sebagai peringatan Kebangkitan Yesus). Dengan ini masa Puasa berlangsung selama 6 minggu ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari. Hari pertama puasa jatuh pada hari Rabu sebagai penjelasannya Paskah terjadi hari Minggu, dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari, dihitung mundur, jatuh pada hari Rabu.
Namun, ada perbedasan pada Lirturgi Ritus Ambrosian yang ada di Keuskupan Agung Milan, Italia. Ritus ini dibuat oleh Santo Ambrosius. Ritus Liturgi dari Gereja Katolik Milanese, yang sedikit berbeda dengan ritus Gereja Katolik Roma. Perayaan Misa dalam ritus Ambrosian menghadirkan elemen yang sama dengan Misa ritus Roma, namun beberapa diantaranya ditempatkan dalam urutan berbeda, misalnya Salam Damai tidak dilakukan sesaat sebelum penerimaan Komuni, melainkan dilakukan setelah selesai Liturgi Sabda, sebelum persiapan Kolekte.
Masa Adven ritus Ambrosian adalah 6 minggu, sedangkan Masa PraPaskah di mulai pada hari Minggu Prapaskah pertama, setelah Rabu Abu dengan pemberian abu di akhir Misa dan bukan di dahi melainkan di atas ubun-ubun.
Dalam ritus Roma, hari Minggu tidak dianggap sebagai hari bertobat/penitensi, dan oleh karenanya masa PraPaskah menjadi lebih panjang dan dimulai lebih awal. Sedangkan dalam ritus Ambrosian, hari Minggu dianggap sebagai hari penitensi, sehingga jika dihitung dari Minggu Prapaskah I sampai pada Paskah tepat selama 40 hari.
Berbeda pula dalam konsepsi Jumat Agung: bagi ritus Ambrosian, Jumat Agung adalah hari libur Ekaristi, di mana tidak dapat dirayakan Misa, demi menjalankan hidup dengan cara radikal sengsara Kristus, sama halnya dengan Hari Sabtu Suci, demi merayakan dengan lebih khidmat Perayaan Paskah.
Caecilia Triastuti (http : //www. Katolisitas .org /hari-rabuku-tanpa-abu)
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS (http: //www.katolisitas .org/mengapa-disebut-rabu-abu)