Berdoa bagi jiwa-jiwa yang sudah meninggal dalam Misa Kudus merupakan tradisi Gereja Katolik. Hal tersebut salah satunya dapat kita jumpai dalam bagian Doa Syukur Agung, mereka yang telah meninggal dimohonkan Rahmat kedamaian abadi melalui ujub-ujub dari keluarga yang berduka.
Apa itu api penyucian?
Api penyucian ialah keadaan mereka yang mati dalam persahabatan dengan Allah, ada kepastian akan keselamatan kekal mereka, tetapi masih membutuhkan pemurnian untuk masuk ke dalam kebahagiaan surga.
Bagaimana kita bisa membantu jiwa-jiwa yang sedang dimurnikan di api penyucian ?
Karena ada persekutuan para kudus, kaum beriman yang masih berjuang di dunia ini dapat membantu jiwa-jiwa dapat membantu jiwa-jiwa di api penyucian dengan mempersembahkan doa-doa untuk mereka, khususnya kurban Ekaristi. Mereka juga dapat membantu mereka dengan beramal, indulgensi, laku tapa, dan tobat.
Apakah Itu Indulgensi ?
“Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Warga beriman Kristen yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif”.
“Ada indulgensi sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.” Indulgensi dapat diperuntukkan bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. “Indulgentiarum doctrina” normae 1-3).
Siksa Dosa
Supaya mengerti ajaran dan praktik Gereja ini, kita harus mengetahui bahwa dosa mempunyai akibat ganda. Dosa berat merampas dari kita persekutuan dengan Allah dan karena itu membuat kita tidak layak untuk kehidupan abadi. Perampasan ini dinamakan “siksa dosa abadi”. Di lain pihak, setiap dosa, malahan dosa ringan, mengakibatkan satu hubungan berbahaya dengan makhluk, hal mana membutuhkan penyucian atau di dunia ini, atau sesudah kematian di dalam apa yang dinamakan purgatorium [api penyucian). Penyuciaan ini membebaskan dari apa yang orang namakan “siksa dosa sementara”. Kedua bentuk siksa ini tidak boleh dipandang sebagai semacam dendam yang Allah kenakan dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang muncul dari kodrat dosa itu sendiri. Satu pertobatan yang lahir dari cinta yang bernyala-nyala, dapat mengakibatkan penyucian pendosa secara menyeluruh, sehingga tidak ada siksa dosa lagi yang harus dipikul (Bdk. Konsili Trente: DS 1712-1713)
Pengampunan dosa dan pemulihan persekutuan dengan Allah mengakibatkan pembebasan dari siksa dosa abadi. Tetapi siksa dosa sementara tinggal. Warga Kristen itu harus berusaha menerima siksa dosa sementara ini sebagai rahmat, dengan menanggung segala macam penderitaan dan percobaan dengan sabar dan, kalau saatnya telah tiba menerima kematian dengan tulus. Juga ia harus berikhtiar untuk menanggalkan “manusia lama” dan mengenakan “manusia baru” perbuatan-perbuatan belas kasihan dan cinta kasih serta dengan doa dan aneka ragam latihan mati raga (Bdk. Ef 4:24)
Dalam buku “Tradisi Doa Katolik”, menyebutkan bahwa Konsili Vatikan II juga menegaskan pentingnya doa ini akan menyebut dasar untuk doa bagi arwah pada ajaran tentang kesatuan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus (LG 49). Melalui Sakramen Baptis, kita disatukan dengan Yesus Kristus dan dengan semua orang yang telah dipersatukan dengan-Nya. Kesatuan ini tidak hilang karena kematian. Persekutuan para kudus mencakup seluruh Gereja, yakni Gereja yang mulia (para kudus di surga), Gereja yang menderita (mereka yang masih di api penyucian), dan Gereja yang berjuang (kita yang masih hidup di dunia ini).
Sumber :
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Kompendium Katekismus Gereja Katolik, Kanisius, 2013
Katekismus Gereja Katolik (KGK)
Tradisi Doa Katolik.