Katekese Sakramen Penguatan

Bina Iman

APAKAH SAKRAMEN PENGUATAN ITU?
PENGUATAN (Latin “Confirmatio” = Penguatan). Seperti Baptis dan Ekaristi, adalah satu dari tiga Sakramen Inisiasi Gereja Katolik. Seperti Roh Kudus juga turun atas para rasul yang berkumpul pada hari Pentakosta, Roh Kudus juga turun ke setiap orang yang dibaptis. Gereja memohonkan rahmat Roh Kudus bagi umat-Nya. Rahmat ini mengamankan dan menguatkan orang tersebut untuk menjadi saksi Kristus yang hidup.

PENGUATAN adalah Sakramen yang melengkapi Baptis. Didalamnya, karunia Roh Kudus dilimpahkan atas kita. Setiap orang yang dengan bebas memutuskan untuk menjalani hidup sebagai anak Allah dan memohon Roh Allah turun dengan tanda penumpangan tangan dan diurapi minyak => Penguatan menerima kekuatan penuh untuk menjadi saksi Allah dalam kata dan perbuatan. Dia sekarang bertanggungjawab dan menjadi anggota penuh => GEREJA KATOLIK (1258-1315)

Ketika seorang pelatih memasukkan seorang pemain bola ke lapangan pertandingan, dia menaruh tangannya ke pundak pemain dan memberi perintah terakhir. Kita dapat memahami Sakramen Penguatan dengan cara yang sama, Uskup atau wakilnya, menaruh tangannya atas kita. Kita melangkah ke dalam lapangan kehidupan. Melalui Roh Kudus, kita mengetahui apa yang harus kita lakukan dan kita telah diberi kekuatan untuk melakukannya. Roh Kudus menyemangati kita. Perutusannya diperdengarkan di telinga kita. Kita merasakan pertolonganNya. Kita tidak akan mengkhianati kepercayaan-Nya dan tidak pula mau mengecewakannya. Kita akan memenangkan pertandingan untuk-Nya. Kita hanya ingin melakukan perutusan dari-Nya dan mendengarkan Dia. => 119,120

* Sumber: YOUCAT No.203

MENGAPA SAKRAMEN PENGUATAN ITU PERLU?
Sakramen Penguatan merupakan langkah kedua menjadi seorang Katolik. Penguatan merupakan sakramen. Artinya, “bahasa isyarat” dari Tuhan. Bahasa isyarat seringkali berbicara lebih kuat dari bahasa-bahasa lain, karena bahasa isyarat sifatnya universal. Dalam sakramen, Tuhan mempergunakan benda-benda biasa seperti air, roti, minyak dan juga tindakan-tindakan tertentu untuk berbicara secara langsung kepada jiwa kita. Tidak seperti bahasa isyarat lainnya, bahasa isyarat Tuhan mempunyai kuasa untuk mengubah orang yang menerimanya.

Sakramen Penguatan merupakan yang pertama dari serangkaian sakramen yang disebut sebagai sakramen “pengurapan”. Sakramen-sakramen tersebut mempergunakan bahasa isyarat yang sama, yaitu pengurapan dengan minyak. Yang termasuk dalam sakramen “pengurapan” adalah: Sakramen Penguatan atau Krisma, Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan Sakramen Imamat. Ketiga sakramen tersebut mempergunakan bahasa isyarat yang sama untuk mengatakan sesuatu yang berbeda.

Dalam Sakramen Baptis, kita disambut dalam persekutuan dengan Kristus. Dalam Sakramen Penguatan, kita disambut dalam persekutuan dengan suatu komunitas, yaitu Gereja Katolik. Di kebanyakan Gereja Katolik, seorang Uskup-lah yang memberikan isyarat penyambutan itu. Perkecualian terjadi apabila calon penerima sakramen adalah orang dewasa yang baru masuk Katolik. Maka, imam pembimbing yang menerimakan Sakramen Penguatan. Bapa Uskup atau imam menyatakan sambutannya dengan isyarat tangan yang artinya “kami menghormatimu, kami menyambutmu dalam keluarga Katolik.”

Sentuhan Ibu Bahasa isyarat “pengurapan minyak” dapat diumpamakan dengan memijat dengan balsem. Pijatan itu membersihkan, menenangkan serta menyembuhkan. Ketika kamu masih kanak-kanak, pernahkah ibumu menggosok dadamu dengan Vicks Vaporub ketika kamu pilek? Atau mungkin menggosok kakimu yang keseleo? Kamu akan segera merasa nyaman karena dua hal. Pertama, obat gosok itu meresap ke dalam kulitmu serta menghangatkan tubuhmu sehingga kamu merasa nyaman. Kedua, karena kamu menikmati sentuhan dari orang yang mengasihimu. Sama halnya dalam Sakramen Penguatan. Tuhan menyentuhmu dan menawarkan kesembuhan bagimu dari segala macam beban yang kamu pikul selama kamu tumbuh dewasa. Tuhan berkata kepadamu, “Aku tidak akan tinggal jauh darimu, Aku sungguh memperhatikan kamu karena kamu adalah pribadi yang berharga bagi-Ku.”

Minyak Krisma Sakramen Penguatan mengundang Roh Kudus agar melindungi kita. Roh Kudus memberi kita kekuatan serta membimbing kita dalam menyempurnakan persatuan kita dengan Yesus melalui tubuh-Nya di dunia, yaitu Gereja. Roh Kudus membimbing kita bagaimana menjadi serupa dengan Kristus.

Sumber:
http://www.indocell.net/yesaya/id387.htm

APA INTI UPACARA SAKRAMEN PENGUATAN?
Inti sakramen Penguatan ialah pengurapan dengan minyak krisma pada dahi, yang dilakukan dengan penumpangan (satu) tangan disertai kata-kata: “Terimalah tanda pemberian Roh Kudus.” Dalam upacara kecil itu ditandakan penadaan dengan minyak krisma, pengurapan dan penumpangan tangan. Hal ini ditetapkan oleh Paus Paulus VI dalam Konstitusi Apostolis Divinae Consortes Naturae.

.
APA YANG TERJADI DALAM SAKRAMEN PENGUATAN?
Dalam Sakramen Penguatan, jiwa seseorang yang dibaptis secara Kristen telah tercetak dengan meterai abadi dan diterima sebagai pribadi Kristen selamanya. Karunia Roh Kudus adalah kekuatan dari atas saat pribadi melaksanakan rahmat pembaptisan ke dalam praktik hidup dan bertindak sebagai “saksi” Kristus [1302-1305,1317]

Menerima Sakramen Penguatan berarti melakukan “perjanjian” dengan Allah. Penerima sakramen berkata: “Ya, aku percaya akan Engkau, ya Allahku; curahkanlah Roh Kudus-Mu sehingga aku seutuhnya menjadi milikMu dan tidak akan pernah terpisah dari pada-Mu dan akan menjadi saksi-Mu sepanjang hidupku, dengan seluruh jiwa dan raga, perkataan dan perbuatan, dalam untung dan malang,” Dan Allah menjawab: “Ya, Aku pun percaya kepadamu, anak-Ku dan Aku akan mencurahkan Roh Kudus, Diri-Ku sendiri, Aku akan menjadi milikmu seutuhnya. Aku tidak akan memisahkan diri darimu, baik dalam hidup sekarang maupun dalam kehidupan kekal yang akan datang. Aku akan ada di dalam jiwa dan ragamu, dalam kata dan perbuatanmu. Bahkan ketika kamu melupakan-Ku, Aku akan tetap setia dalam untung dan malang.

* Sumber: YOUCAT No.205

SIAPA YANG BERHAK MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN DAN APA PERSYARATANNYA?
Setiap orang Kristen Katolik yang sudah menerima Sakramen Baptis dan “dalam keadaan rahmat” dapat menerima Sakramen Penguatan. [1306-1311,1319]

Dalam keadaan “rahmat” berarti tidak sedang dalam dosa berat. Dengan dosa berat seseorang memisahkan dirinya dari Allah dan dapat didamaikan kembali dengan Allah melalui Sakramen Pengampunan. Seorang Kristen yang sedang mempersiapkan diri untuk Sakramen Penguatan mendapat dirinya akan masuk tahap yang sangat penting dalam hidupnya. Ia akan melakukan segala yang mungkin untuk memahami iman Katolik dengan segenap hati dan pikirannya. Ia akan berdoa sendirian dan bersama orang lain dalam Roh Kudus. Ia akan berdamai dengan dirinya sendiri, dengan orang-orang sekitarmya dan dengan Allah. Pengampunan dosa adalah bagian dari persiapan Penguatan ini karena membawa seseorang lebih dekat kepada Allah, bahkan jika ia tidak melakukan dosa berat.

* Sumber : YOUCAT No.206

MENGAPA SAKRAMEN KRISMA DISEBUT SAKRAMEN PENGUATAN? APAKAH KEKHASAN KARUNIA YANG DIBERIKAN SAKRAMEN PENGUATAN?

PERTAMA, memang Sakramen Krisma mempunyai beberapa nama. Sakramen ini disebut Krisma (Lat:chrismatio = pengurapan), atau Penguatan (Lat:confirmatio = peneguhan) atau pemeteraian (Lat:consignatio). Sakramen ini disebut pengurapan karena memang sakramen ini memperkuat anugerah Roh Kudus yang telah diterima dalam sakramen Baptis. “Pertumbuhan dan Pendalaman” rahmat Baptis itu kemudian diungkapkan berulang-ulang sebagai “lebih sungguh,” “lebih teguh,” “menambah karunia,” “lebih sempurna.” Di samping itu Krisma juga “menganugerahkan kekuatan khusus Roh Kudus.” (KGK 1303; bdk LG 11). Kenyataan ini yang melahirkan nama sakramen Penguatan.

Teologi Sakramen Krisma yang tercermin dalam Katekismus memang memberi kesan seolah Krisma hanyalah intensifikasi dari rahmat Baptis. Hal ini seolah merendahkan nilai Sakramen Krisma. Untuk menunjukkan kekhasan karunia Roh Kudus dari Sakramen Krisma, ada teolog-teolog yang berusaha membedakan dan menonjolkan karunia Sakramen Krisma. Berikut ini saya sajikan satu contoh usaha tersebut.

KEDUA, Sakramen Baptis melahirkan seseorang dalam hidup kristiani dan memberikan rahmat pertumbuhannya. Hidup kristiani dan prinsip pertumbuhannya sudah lengkap, tetapi prinsip pertumbuhan itu membutuhkan “kerangka” untuk menjadi dewasa. “Kerangka” inilah yang diberikan oleh sakramen Krisma. Kerangka itu digambarkan sebagai anugerah “struktur-hidup-rohani-dewasa” yang berfungsi seperti kerangka fisik manusia.

Dengan struktur-hidup-rohani-dewasa penerima Krisma dimampukan memikul tanggung-jawab kristiani, baik di dalam maupun di luar lingkup Gereja. Artinya dia dimampukan untuk terbuka dan bekerjasama secara penuh dengan Roh Kudus. Tanpa Krisma seorang terbaptis akan seperti orang kerdil dalam hidup rohani. Tanpa Krisma, si terbaptis tetap bisa tumbuh dalam hidup iman (melanjutkan rahmat kelahiran baru yang diterima dalam baptis), tetapi belum memiliki kekuatan atau “kerangka” untuk sungguh menjadi dewasa secara rohani. Kerangka rohani tersebut memampukan si terkrisma Demikian menjadi jelas, bahwa Krisma adalah inisiasi ke kedewasaan rohani.

Struktur-hidup-rohani-dewasa ini tidak membuat si terkrisma otomatis dewasa secara rohani, karena dibutuhkan kerjasama bebasnya dalam menanggapi anugerah Roh Kudus agar anugerah itu efektif terwujud dalam diri orang tersebut. Persiapan sakramen Krisma membantu secara kodrati mempersiapkan kedewasaan rohani.

KETIGA, Sakramen Krisma juga memberikan anugerah Roh perutusan, yang mengikut-sertakan si terkrisma dalam tugas publik Gereja untuk memberikan kesaksian iman kepada dunia. Pemberian Krisma membuat eksplisit, publik dan kelihatan apa yang sudah diterima dalam Sakramen Baptis, yaitu partisipasi pada tri-tugas Kristus. Sakramen Krisma memberikan karunia untuk mampu melaksanakan tugas tersebut. Tugas ini menyangkut tugas membangun jemaah Kristus di dunia ini dan tugas pewartaan keluar.

 

TENTANG SAKRAMEN PENGUATAN & MINYAK KRISMA
Perlu diketahui, seringkali terjadi kita menyebut Sakramen Penguatandengan Sakramen Krisma. Hal ini menjadi rancu dan salah kaprah, karena yang benar namanya adalah Sakramen Penguatan (Bahasa Inggris: “The Sacrament of Confirmation”).

Sedangkan Krisma adalah nama minyak yang digunakan untuk mengurapi peserta yang menerima Sakramen Penguatan. Bahkan tidak hanya itu, minyak krisma juga digunakan untuk Sakramen pembaptisan dan Sakramen Pengurapan/Minyak Suci) dan juga digunakan untuk Sakramen Tahbisan Imam dan Uskup, konsekrasi altar dan lonceng gereja..
(Bahasa Yunani: “Chrisma”= minyak pengurapan, Christos= yang diurapi); Minyak Krisma terbuat dari campuran minyak zaitun dan balsam. Biasanya Minyak Krisma ini diberkati oleh Uskup sebelum perayaan Kamis Putih setiap tahun bersamaan dengan pembaharuan janji imamat para imam, dimana semua imam/pastor berkumpul bersama di Gereja Katedral dalam perayaan ekaristi pemberkatan minyak Krisma dan pembaharuan janji imamat para imam tersebut.
Minyak merupakan simbol kegembiraan, kekuatan, dan kesehatan. Orang yang diurapi diharapkan memancarkan “aroma harum Kristus.

.
BERAPA KALI SAKRAMEN PENGUATAN DITERIMA?
Semula saya adalah anggota Gereja Kristen Indonesia (GKI). Karena perkawinan, saya menjadi Katolik. Ketika diterima dalam Gereja Katolik, Romo memberi Sakramen Penguatan dan komuni pertama.
– Apakah saya tidak perlu dibaptis ulang secara Katolik?
– Apakah Sakramen Penguatan (Krisma) boleh diberikan Romo?
– Bolehkah saya menerima Sakramen Penguatan lagi dari Uskup?

PERTAMA, Sakramen Baptis dari Gereja manapun yang menggunakan materia air alami dan forma trinitaris; “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus,” diakui sah oleh Gereja Katolik. Karena itu, anggota yang pindah dari Gereja itu tidak perlu dibaptis lagi, karenaSakramen Baptis-nya diakui sah. Biasanya hanya perlu dilakukan penerimaan ke dalam Gereja Katolik dengan mengucapkan Syahadat Gereja Katolik (sebelumnya mengikuti pelajaran). Bisa juga upacara ini dilengkapi dengan upacara lain, seperti yang dilakukan pada pembaptisan orang dewasa dalam Gereja Katolik, misal, pemberian pakaian putih, lilin bernyala, pengurapan dengan minyak Krisma.

KEDUA, sangat mungkin penerimaan Anda ke dalam Gereja Katolik dilakukan dalam perayaan Ekaristi yang diadakan untuk pembaptisan orang dewasa, sehingga Anda juga langsung diberi Sakramen Penguatan dan komuni pertama. Memang adalah peraturan Gereja bahwa para imam juga boleh memberikan Sakramen Penguatan ketika membaptis orang dewasa atau menerima orang yang telah dibaptis ke dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik (KHK kan 883, No. 2). Bahkan, setiap imam boleh memberikan sakramen penguatan JIKA ORANG ITU BERADA DALAM BAHAYA MAUT (Kan 883, No. 3). Nilai Sakramen Penguatan yang diberikan imam adalah sama dengan yang diberikan Uskup.

KETIGA, Sakramen Penguatan (Krisma) hanya diterima satu kali saja seumur hidup, karena Sakramen Penguatan memberikan meterai rohani abadi -karakter sakramental- pada jiwa orang yang menerimanya. Maka, tidak perlu dan tak boleh menerima Sakramen Krisma lagi, juga jika diberikan Uskup. Sakramen Krisma yang diberikan imam sama dengan Krisma yang diberikan Uskup, sehingga tak perlu dan tidak boleh diulang. Ada tiga sakramen yang memberikan meterai rohani abadi, yaitu Baptis, Krisma, dan Tahbisan. Ketiga sakramen itu hanya diterima satu kali seumur hidup, tidak bisa dan tidak perlu diulangi, siapapun yang memberikan.

KEEMPAT, meski sudah menerima Sakramen Krisma, baik juga Anda mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberikan pada persiapan penerimaan Krisma. Melalui pelajaran itu, Anda akan dibantu untuk mengerti artiSakramen Krisma, apa yang dituntut untuk menjadi murid Kristus yang dewasa dan apa tugas-tugas yang diberikan Kristus sebagai anggota dewasa. Pembekalan yang demikian itu akan sangat Anda rasakan kegunaan dalam penghayatan iman dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai orang Katolik.

Sumber :http://www.hidupkatolik.com/…/11/05/penerimaan-sakramen-kri…

MENGAPA SAKRAMEN PENGUATAN HANYA BOLEH DITERIMA SATU KALI?
Karena Sakramen Krisma memberikan meterai sakramental (disebut juga karakter) yaitu tanda rohani yang tidak terhapuskan dan karena itu tidak perlu diulang. (KHK kan 845 #1; KGK 1304). Meterai ini menandakan relasi khusus dengan Yesus Kristus sebagai Penyelamat, yaitu sebagai milik Kristus dan utusan Kristus.

Sumber:hidupkatolik,com

SIAPA YANG BOLEH MENERIMAKAN SAKRAMEN PENGUATAN?
Sakramen Penguatan biasanya diterimakan oleh Uskup. Untuk alasan yang kuat, Uskup dapat mendelegasikan kewenangannya kepada seorang imam untuk menerimakannya. Dalam kondisi bahaya maut, setiap imam diperkenankan memberikan Sakaramen Penguatan [1312-1314]

Sumber : YOUCAT No.207

BELUM MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN, HARUSKAH MENERIMA
SAKRAMEN PENGUATAN (KRISMA) SEBELUM MENIKAH?
Para calon mempelai diharapkan sudah menerima Sakramen Penguatan(Krisma) sebelum melangsungkan pernikahan di depan altar. Dalam “Tata Perayaan Perkawinan” yang diterbitkan Juli 2011 (No. 18, hlm. 6; Ordo Celebrandi Matrimonium, 1991) Gereja mengajarkan, “Orang-orang Katolik yang belum menerima Sakramen Penguatan hendaklah menerimanya untuk melengkapi Sakramen Inisiasi Kristiani sebelum diizinkan menikah, bila hal itu dapat dilaksanakan tanpa kesulitan besar.” Bila jadwal penerimaanSakramen Krisma oleh uskup di paroki yang bersangkutan itu masih jauh dan calon mempelai tidak mungkin mendapatkan Krisma sebelum tanggal perkawinan mereka, maka pastor paroki bisa memberikan kepada calon mempelai itu Sakramen Krisma yang dibutuhkan. Tentu dibutuhkan persiapan dan pelaksanaannya dilakukan dalam perayaan Ekaristi..
Oleh: RP Petrus Maria Handoko CM

Sumber: http://www.hidupkatolik.com/…/11/05/penerimaan-sakramen-kri…

.

JIKA SEORANG BELUM MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN, BOLEHKAH DIA MENJADI LEKTOR?
Karena belum mendapat perutusan resmi secara publik, sebaiknya mereka yang belum menerima Sakramen Penguatan tidak dilantik secara resmi menjadi akolit, lektor, pembagi komuni dan tugas-tugas lain dalam Gereja. Tugas misdinar kiranya bisa diperlakukan secara berbeda. Tetapi, prinsip ini tidak menutup kemungkinan untuk penugasan sesaat, misalnya untuk membaca sebagai lektor atau melayani di altar.

.
SAKRAMEN PENGUATAN TIDAK SAMA DENGAN SIDI DI KALANGAN KRISTEN PROTESTAN

TANYA:
Sakramen Penguatan (Krisma) bagi umat katolik pada dasarnya sama dengan sidi bagi umat kristen protestan (non katolik). APAKAH PERNYATAAN TERSEBUT BENAR?
Efektivitas pengaruh Roh Kudus pada saat pemberian krisma kepada umat yang menerima, kelihatannya tidak terasa. Hanya berupa upacara liturgis yang tidak menimbulkan efek nyata, bahkan terkesan ritual belaka. Mengapa demikian?

JAWAB:
Dari segi makna dan sejarahnya, tentu saja sidi tidak sama dengan Sakramen Penguatan. Sidi tidak diberikan oleh uskup yang mempunyai suksesi apostolik sejak para rasul. SIDI BUKAN SAKRAMEN. Pendek kata, sejak kaum protestan memisahkan diri dari Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik, (abad 16) maka mereka sudah berbeda sama sekali secara hakikat dan martabat Gerejawi. Namun demikian, saling mengetahui tetap bisa ada bagusnya, untuk upaya dialog dan pemahaman yang sehat, serta untuk mewartakan iman Katolik yang jernih.

Sakramen Penguatan dan ketujuh sakramen memiliki substansi ex opere operato dan ex opere operantis. Ex opere operato artinya, daya guna sakramen itu sendiri ada ketika sakramen itu diterimakan secara sah sesuai maksud Gereja. Ex opere operantis artinya, si pelayan sakramen dan penerima sendiri akan mengalami daya guna sakramen jika layak menyambutnya, yaitu mempersiapkan diri, berdisposisi baik, tidak dalam dosa berat, dan setelah menerima sakramen membuka hati terhadap rahmat Allah yang dianugerahkan melalui dan dalam sakramen tersebut. Dalam hal ini, bukan soal perasaan. Mengapa? Karena perasaan selalu tak bisa dipercaya konsistensinya, subjektif dan sesaat.

Bolehlah saya berbagi pengalaman. Saya menerima sakramen Penguatan tahun 1985 di gereja Salib Suci stasi gunung Sempu, Paroki Pugeran, Yogyakarta dari tangan Mgr Julius Darmaatmadja, uskup Keuskupan Agung Semarang waktu itu. Jujur saja, perasaan saya waktu itu, gembira karena bertemu teman-teman dan karena mau dipestakan. Apalagi ketika itu juga ada perayaan peresmina gereja tersebut yang dihadiri bupati Bantul. Kami pun siap dengan aneka kesenian dan penampilan. Yang kami pikirkan itu saja, bukan pertama-tama hakikat sakramen krisma. Ketika menerima minyak krisma di dahi dan di tepuk pipi saya oleh uskup, saya tidak merasakan “resting in the spirit” atau ledakan suka cita luar biasa dalam hati saya. Tidak sama sekali. Yang saya perhatikan waktu itu ialah bahwa saya senang bisa berjumpa uskup sedekat ini dan beliau memandang saya dengan penuh kasih sambil mengucapkan forma sakramen Penguatan, “Terimalah tanda karunia Roh Kudus”. Lalu saya menjawab “Amin”. Bapa uskup tersenyum dan menepuk pundak kiri saya, saya pun tersenyum kepada beliau. (Pas waktu itu lampu blitz menyala, dan foto itu tersimpan sampai kini sebagai kenangan). Begitu saja. Selesai. Kembali ke tempat duduk, berdoa dalam hati, mengenangkan betapa baiknya Tuhan, diiringi lagu-lagu liturgi dari koor yang memang isinya pujian – permohonan pada Roh Kudus dan nadanya sangat membantu doa.

Dalam beberapa kali latihan sebelum hari-H, katekis selalu menekankan bahwa dalam liturgi Sakramen Penguatan, Roh Kudus benar-benar melantik saya menjadi Saksi Kristus, bahwa saya sudah menjadi Katolik mandiri yang harus belajar iman Katolik dan mewartakan Kristus dengan penuh kasih tanpa disuruh-suruh lagi oleh orangtua atau guru agama. Itu saja. Tidak ada deru angin taufan ataupun perasaan “wow”. Biasa saja kok. Dalam perjalanan waktu, karena kebiasaan berdoa, menerima ekaristi, menerima sakramen tobat, aktif di lingkungan dan OMK, aktif di organisasi pemuda, maka kesadaran akan “kedewasaan iman” itu berkembang. Maka saya bisa mengalami tuntunan Roh Kudus itu bukan hanya sesaat, namun sepanjang waktu dalam proses hidup sehari-hari. Sampai kini, buah sakramen Penguatan itu selalu saya alami: semangat, damai, suka cita, kemurahan hati,… dst berselang-seling tanpa perasaan euforia. Perasan euforia karena daya Roh Kudus yang memancar dari dalam diri saya alami sekali saja ketika tahun 1990 mengalami resting in the Spirit dalam suatu retret ketika SMA itupun hanya 15 menit.

Selebihnya Roh Kudus membimbing dengan halus dalam hidup rutin yang manusiawi dan bermartabat. Sampai akhirnya saya berjumpa beberapa kali dalam wawancara pribadi dengan Mgr Julius Kardinal Darmaatmadja di Seminari. Saya ingat bahwa Sakramen Penguatan telah saya terima melalui beliau. Beliau tentu saja lupa, karena begitu banyak yang menerima Sakramen Penguatan melalui beliau. Ketika saya pindah ke Jakarta tahun 2008, saya menjumpai beliau sebagai uskup Keuskupan Agung Jakarta, dan saya sudah menjadi imam 8 tahun. Dan ketika beliau memberi saya “celebret” (surat kewenangan memberikan pelayanan sakramen di wilayah keuskupan), saya mengingat proses mengagumkan bagaimana Roh Kudus menuntun saya, bahwa saya menerima sakramen Penguatan melalui beliau ini. Semua bukan oleh perasaan euforia, melainkan lebih-lebih melalui ketekunan dan ketaatan. Damai dan suka cita terjadi di dalam proses hidup itu.

Salam: Rm .Yohanes Dwi Harsanto Pr

 .

BUKANKAH KALAU MAU MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN HARUS BELAJAR DULU? TAPI SAYA LIHAT KALAU ADA MISA PEMBAPTISAN, SAKRAMEN PENGUATAN LANGSUNG DIBERIKAN JUGA. APAKAH ITU BERARTI PARA BAPTISAN BARU TERSEBUT SUDAH MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN?

JAWAB:
Ya, benar, bahwa untuk menerima sakramen Penguatan, seseorang harus dipersiapkan dengan menerima pengajaran terlebih dahulu. Kalau seseorang dibaptis saat bayi, maka sebelum ia menerima sakramen Penguatan di usia remaja, ia akan menjalani masa persiapan ini terlebih dahulu, umumnya selama beberapa minggu. Namun pada penerimaan Baptis dewasa, masa persiapan ini digabungkan dengan masa Katekumenat, sehingga pada saat menerima Baptisan, dapat juga diterimakan sakramen Penguatan dan sakramen Ekaristi.

Demikian ketentuannya dalam Katekismus:
KGK 1298 Apabila upacara Penguatan dirayakan terpisah dari Pembaptisan, seperti yang berlaku dalam ritus Roma, maka ritus Sakramen mulai dengan pembaharuan janji Pembaptisan dan pengakuan iman dari mereka yang menerima Penguatan. Dengan demikian jelaslah bahwa Penguatan berhubungan dengan Pembaptisan (Bdk. SC 71). Kalau seorang dewasa dibaptis, maka ia langsung menerima Penguatan dan ikut serta dalam Ekaristi (Bdk. KHK, Kan. 866).

.
APAKAH ROH KUDUS TIDAK BEKERJA DALAM DIRI KITA SEBELUM MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN? ATAU APAKAH DENGAN ATAU TANPA KRISMA ROH KUDUS TETAP BEKERJA? MENGAPA PROSES PENERIMAAN SAKRAMEN PENGUATAN HARUS DITAMPAR OLEH USKUP? ALKITABIAHKAH?

JAWAB:
Rahmat Allah, yang merupakan karya Roh Kudus, tetap dapat bekerja dalam diri semua manusia, entah seseorang itu menerima Baptisan atau tidak, atau apakah ia telah menerima Sakramen Penguatan atau tidak. Rahmat yang bekerja pada waktu-waktu tertentu dalam diri setiap manusia, untuk mendorong mereka melakukan kebaikan, adalah actual grace (rahmat pembantu). Namun demikian, mereka yang telah menerima sakramen, yang dimulai dari sakramen Baptis, menerima rahmat yang istimewa, yang membuat Roh Allah tinggal/ berdiam di dalam dirinya (lih. 1Kor 6:19), dan ini disebut sanctifying grace (rahmat pengudusan). Rahmat pengudusan ini akan tetap ada dalam diri seseorang yang dibaptis, asalkan ia tidak melakukan dosa berat. Dosa berat mengakibatkan ia kehilangan rahmat pengudusan itu, dan untuk memperolehnya kembali, ia perlu mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa.

Sakramen Penguatan (Krisma), maksudnya adalah untuk meningkatkan/ menguatkan rahmat pengudusan yang telah diterima dalam sakramen Baptis, dan dengan demikian menguatkan juga ikatan kasih kita dengan Kristus. Juga melalui sakramen Penguatan, kita menerima rahmat sakramental untuk menjadi seseorang yang dewasa di dalam Kristus, serta kita menerima meterai rohani menjadi milik Kristus dan saksi Kristus.

Hal tepukan di pipi atau di bahu oleh Uskup pada saat ia menerimakan Sakramen Penguatan, itu maksudnya adalah untuk mengingatkan orang yang menerimanya bahwa sebagai saksi Kristus ia harus siap untuk mengikuti teladan Kristus, yaitu berani berkorban/menderita, bahkan sampai rela wafat demi Dia, dan demi melakukan kebaikan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah.
“Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” (1 Ptr 2:20-21)
“Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia.” (1 Ptr 3:14)

“Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1 Ptr 4:16)
“Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya, dengan selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia.” (1 Ptr 4:19)
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” (1 Yoh 3:16)

Sumber: http://www.katolisitas.org/…/apakah-krisma-sidi-mengapa-kri…

.
APA YANG DIKATAKAN KITAB SUCI MENGENAI SAKRAMEN PENGUATAN?
Dalam => PERJANJIAN LAMA, Umat Allah mengharapkan turunnya Roh Kudus atas seorang Mesias (Juru Selamat). Yesus menjalaninya dalam Roh kasih dan kesatuan yang sempurna dengan Bapa-Nya di surga. Roh Yesus adalah “Roh Kudus” yang telah lama dirindukan bangsa Israel sejak Perjanjian Lama; Roh yang sama yang dijanjikan Yesus kepada para murid-Nya; Roh yang sama turun atas para murid lima puluh hari setelah Paskah pada Pentakosta. Roh Kudus yang sama dari Yesus inilah yang turun atas setiap orang yang menerima SAKRAMEN PENGUATAN. (1285-1288,1315)

“Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar bahwa tanah Samaria telah menerima firman Tuhan Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ. Setibanya disitu kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.” (Kis 8:14-16)
Dalam Kisah Para Rasul, yang ditulis beberapa dasawarsa sesudah kematian Yesus, kita membaca bahwa Petrus dan Yohanes mengadakan perjalanan untuk meneguhkan Orang Kristen yang baru dengan menumpangkan tangan pada mereka yang sebelumnya “telah dibaptis dalam nama Yesus”, dan karenanya hati mereka dipenuhi dengan Roh Kudus => 113-120, 310-311

* Sumber: YOUCAT No.204

EKARISTI DAN PENGUATAN
Pada suatu ketika, Rama Paroki mengadakan penyelidikan kanonik kepada calon pengantin. Satu persatu dari calon itu diminta omong-omong dengan pastor. Ternyata didapati bahwa salah satu calon pengantin tersebut belum menerima sakramen penguatan. “Sudah mau jadi manten, kok belum penguatan ta mas?” tanya Rama Paroki. “Lha tidak ngerti kapan harus menerima je, Rama” jawabnya. “Sudah menerima komuni belum?”, tanya Rama itu lagi. Jawabnya, “Sudah Rama, saya baptis dewasa, tapi penguatan kok ndak mudheng (tidak paham) kapan diterimakannya. Tahu-tahu saya lulus sekolah, kerja dan dapat calon bojo (jodoh)”. Inilah kejadian yang sering terjadi. Ada orang Katolik yang tahunya sudah menerima baptis dan sudah boleh komuni.

Sementara sakramen lain, termasuk penguatan tidak masuk dalam hitungannya.
Sakramen Penguatan termasuk sakramen inisiasi, selain baptis dan Ekaristi pertama. Krisma (dari bahasa Yunani: chrisma = pengurapan) atau penguatan (terjemahan kata Latin: confirmatio) diterimakan oleh Bapa Uskup sebagai pemimpin Gereja yang resmi di keuskupan kita. Sakramen ini diterimakan dengan urapan minyak krisma oleh Bapa Uskup pada dahi penerima Krisma dengan kata-kata: “NN, terimalah tanda karunia Roh Kudus”. Dengan penerimaan Sakramen Penguatan ini, seorang Katolik dilantik melalui pencurahan Roh Kudus menjadi warga Gereja yang penuh dan harus siap ikut bertanggungjawab dengan segala tugas dan kewajiban Gereja sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat!

Penerimaan Sakramen Penguatan tentu saja selalu diupayakan dalam perayaan Ekaristi, apalagi biasanya Misa tersebut dipimpin oleh Bapa Uskup. Bagaimana pun juga Ekaristi menjadi pusat dan puncak hidup kita, sehingga penerimaan Sakramen Penguatan pun secara paling ideal dirayakan dalam Misa Kudus. Dengan perayaan Ekaristi, seorang yang telah menerima Sakramen Penguatan ditopang dengan kekuatan rohani tiada tara sehingga menjadi seorang yang tangguh dan handal dalam mewartakan Injil di tengah dunia ini.

 

SAYA DULU MENERIMA SAKRAMEN PENGUATAN KETIKA KELAS III SD. SAAT INI, DI PAROKI SAYA, SAKRAMEN PENGUATAN DIBERIKAN PADA USIA 15 TAHUN ATAU KELAS III SMP. MENGAPA ADA PERUBAHAN INI? APAKAH DASARNYA?

JAWAB:
Pertama, perubahan usia penerimaan Sakramen Penguatan menunjukkan proses pematangan pemahaman Gereja atas kekayaan makna Sakramen Penguatan, baik sebagai sakramen mandiri yang berbeda dengan Sakramen Baptis, maupun sebagai sakramen pendewasaan dan perutusan yang terkait sangat erat dengan kedewasaan alami dari penerima. Sakramen Penguatan menandai kedewasaan rohani yang berbeda dari, tetapi tetap terkait erat dan mengandaikan kedewasaan jasmani.

Kedua, pada abad-abad pertama Gereja, Sakramen Penguatan belum secara tegas dibedakan dari Sakramen Baptis, sehingga Sakramen Penguatan diberikan sekaligus saat pembaptisan bayi. Pelayannya seorang uskup. Dengan semakin banyaknya pembaptisan bayi, maka diadakan pembedaan, yaitu Sakramen Baptis diberikan imam dan diakon, sedangkan Sakramen Penguatan dikhususkan bagi uskup (KGK 1290). Sakramen Penguatan semakin menjadi sakramen mandiri yang dibedakan dari Sakramen Baptis.

Ketiga, selama berabad-abad, patokan usia penerima Sakramen Penguatan menurut Gereja Latin ialah “Dapat menggunakan akal” (KHK Kan 890 #2 dan 891). KHK Kan 97 #2, dikatakan bahwa seorang anak, “Setelah berumur genap tujuh tahun diandaikan dapat menggunakan akal-budinya”. Patokan usia tujuh tahun ini adalah patokan yang sama untuk dapat mengaku dosa dan menerima komuni pertama. Inilah alasan dahulu Sakramen Penguatan bisa diberikan kepada anak-anak yang berusia tujuh tahun ke atas.

Ada uskup-uskup yang ingin mempertahankan urutan Sakramen Inisiasi yang tepat (Baptis, Penguatan, Ekaristi), sehingga Sakramen Penguatan diberikan sebelum mereka menerima komuni pertama. Menurut para uskup ini, pada usia tujuh tahun, anak-anak sudah mampu memahami dan menerima tiga sakramen, yaitu Penguatan, Tobat, dan Ekaristi. Meskipun ada patokan usia tujuh tahun, Sakramen Penguatan juga boleh diberikan kepada anak-anak yang berada dalam bahaya, meskipun belum mencapai usia itu (KGK 1307).

Keempat, membandingkan Sakramen Penguatan dengan Sakramen Baptis, semakin disadari bahwa Baptis itu bagaikan kelahiran, sedangkan Sakramen Penguatan itu bagaikan kedewasaan. Kedewasaan inilah kekhasan anugerah Sakramen Penguatan. Sakramen Penguatan bukanlah sekadar penguat anugerah-anugerah yang sudah diterima dalam Baptis, tetapi memiliki anugerah khas yang berbeda dengan Baptis, yaitu anugerah pendewasaan rohani.

Kedewasaan rohani (dalam iman) tidak sama dengan kedewasaan alami. Bisa saja seseorang yang masih dalam usia kanak-kanak, tapi karena kekuatan Roh Kudus berani berjuang untuk Kristus sampai titik darah terakhir (KGK 1308). Namun demikian secara normal, kedewasaan rohani tetap terkait erat dan mengandaikan kedewasaan alami seperti dikatakan St Thomas Aquinas, “Rahmat mengandaikan dan menyempurnakan yang kodrati” (gratia supponit perficitque naturam). Dengan berpedoman pada hal ini, maka Konferensi Para Uskup bisa “menentukan usia lain” (KHK Kan 891) untuk penerima Sakramen Penguatan. Banyak Konferensi Para Uskup yang menetapkan usia 15-16 tahun sebagai syarat penerima Sakramen Penguatan. Inilah praktik yang kita lakukan sekarang.

 

APAKAH SAKRAMEN PENGUATAN YANG DIBERIKAN IMAM MEMPUNYAI NILAI YANG SAMA DENGAN YANG DIBERIKAN USKUP?
JAWAB:
Pemberi Sakramen Penguatan ialah Bapa Uskup. Dialah pengganti para Rasul, pemimpin Gereja Lokal. Sebagai pemimpin, uskuplah yang mengutus para anggotanya dengan tugas-tugas merasul (apostolik). Dalam status sebagai pengganti para Rasul, uskup telah menerima Imamat penuh. Para imam adalah pembantu uskup, yang mengambil bagian pada imamat dan tugas perutusan uskup. Maka Sakramen Penguatan yang diberikan imam mempunyai nilai yang sama. Minyak Krisma yang diberkati uskup menjadi simbol kesatuan dengan uskup (KGK 1312-1313).

Sumber:hidupkatolik.com